Selasa, 17 Februari 2009

Fatwa MUI


JAKARTA, SELASA - Industri rokok di Indonesia kini makin menjerat anak-anak dan remaja melalui berbagai strategi marketing seperti iklan, promosi, sponsorship, point of sales hingga Corporate Social Responsibility yang mereka lakukan.
Komisi Nasional Perlindungan Anak menyatakan bahwa iklan, promosi dan sponsorship rokok mengancam hak hidup anak. Oleh karena itu iklan, promosi dan sponsorship rokok harus dilarang, kata Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi saat audiensi ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta, Selasa (12/8).
Komnas Perlindungan Anak diterima oleh Ketua MUI H. Amidhan, H.Nazri Adlani (Ketua), KH. Khalil Ridwan, Dr. Yunahar Ilyas, Prof. Amir Syarifuddin, Prof. Dr. Hj. khuzaerah, Dr. Anuar Abbas (Sekretaris), Dra. Hj. Wedya Safitri (Sekretaris).
Selain itu, Komnas Perlindungan Anak juga mendorong peran serta masyarakat, dalam hal ini MUI untuk segera mengeluarkan fatwa MUI yang menyatakan jika tembakau atau rokok adalah haram untuk melindungi anak-anak Indonesia dari dampak yang lebih buruk lagi.
Industri rokok mengeluarkan dana hampir Rp 1,6 trilyun untuk menjual rokok produksi mereka lewat iklan, promosi dan sponsorship. Ini tidak sebanding dengan pengeluaran negara untuk memberi layanan kesehatan bagi masyarakat akibat merokok melalui program Askeskin yakni Rp 167 trilyun pada tahun 2005.
Berdasarkan hasil pantauan Komnas Perlindungan Anak, iklan yang disponsori perusahaan rokok telah berada dimana-mana. Iklan itu masuk pada wilayah-wilayah perlintasan yang dilalui oleh anak-anak.
Hal ini terpapar dalam hasil penelitian Keterpajanan remaja terhadap iklan dan kegiatan yang disponsori industri rokok , meliputi 99,7 persen remaja melihat iklan rokok di televisi, 87,7 persen remaja melihat iklan rokok di media luar rua ng, 76,2 persen remaja melihat iklan rokok di koran dan majalah, 81 persen remaja pernah mengikuti kegiatan yang disponsori industri rokok.
Menanggapi hal itu, MUI meminta komnas Perlindungan Anak untuk membuat MoU (kesepahaman) antara MUI dan Komnas Anak yang mengatur tentang perlunya tindakan perlindungan bagi anak dari bahaya tembakau atau rokok.
Berdasarkan kesepahaman tersebut, MUI akan membahas urgensi adanya Fatwa MUI yang menyatakan jika tembakau/rokok adalah haram dalam Ijtima' (Kongres Nasional MUI) yang direncanakan akan dilangsungkan pada akhir tahun ini.
MUI mendorong dan mendukung lembaga-lembaga terkait lainnya agar bisa melakukan hal serupa sebagai bentuk tanggung jawab masyarakat terhadap upaya perlindungan anak (khususnya perlindungan anak dari bahaya dampak tembakau/rokok).
Gampang banget ya di Republik ini bikin FATWA, PERDA, PP, UU,PERPRES, PERMEN. Dll
Dikit2 bikin Fatwa, dikit2 bikin perda, dikit2 bikin permen...............bikin apa koq dikit-dikit................hahahahahaha...............
Banyak yang latah di pemerintah Indonesia ini.
Apa karna untuk menjadi pejabat cukup hanya menyiapkan uang yang banyak tanpa disertai dengan OTAK yang memadai.
Mungkin bagi kaum intelek peraturan atau fatwa sejenisnya bukanlah cara untuk mengatasi masalah.
Dibuatkan apapun kalau akar masalahnya tidak pernah disentuh pasti itu semua NONSEN.
Bicara rokok, produksi rokok, iklan rokok dsb..............koq tiba2 keluar fatwa HARAM.
Bagi saya ini aneh,...............................
Saya dan semua leluhur saya orang Islam tapi ada perasaan ANEH bagi saya.......... organisasi agama semacam ini kalo di isi oleh orang-orang yang berotak KERDIL seperti ini.
Pokok persoalannya bagi saya :
Selama negara masih menganggap bahwa pita cukai rokok merupakan pengahsilan negara maka semua itu OMDO.
Selama produksi rokok masih bertebaran dimana dan tetap menjadi prioritas negara dan pemerintah tentunya semua itu OMDO.

Mengapa tidak sedikitpun berpikir bahwa inti persoalannya bukan ada pada Fatwa nya.
- Kalau hanya untuk menghindari bahaya anak terhadap dampak tembakau.
Seharusnya pemerintah jauh-jauh hari mempersiapkan moral dan mental masyarakat betapa mahalnya SEHAT.
- Kalau ada fatwa ROKOK HARAM.
Bagaimana pabrik, kebun, karyawan pekerja pembuat rokok, berarti haram dong.
Lah betapa tololnya negeri ini dan pemerintahnya sudah tau HARAM malah memungut hasil pajak dari barang HARAM.
- Koq herannya saya kenapa MUI ngurusin segala ROKOK, kalo gitu MUI ganti aja MUPR = Majelis Ulama Perusahaan Rokok.
Jangan mengatasnamakan MUI = Majelis UlamaIndonesia.
Karna ulama biasanya bertanggung jawab Moral Umatnya bukan Rokok Umatnya.
Reply With Quote

Tidak ada komentar: